Aulia Rahman

Arsitektur asal Kalimantan Timur yang berfokus pada eksplorasi arsitektur rewilding serta praktik perancangan ruang yang selaras dengan alam, budaya, dan material lokal. Dalam karyanya, Aulia menggabungkan pendekatan ekologis dengan pengalaman inderawi, menghadirkan ruang-ruang yang hidup, adaptif, dan berakar pada konteks lingkungan. Selain berkarya, ia juga aktif mengajar dan membagikan pengetahuan mengenai desain berkelanjutan, hubungan manusia–alam, serta potensi material lokal sebagai bagian dari upaya membangun masa depan ruang yang lebih harmonis.

PEN[GALAM]AN (Melaleuca leucadendron)

Galam

40x40x45cm (2025)

Karya ini mengeksplorasi material kayu galam sebagai sebuah memori kolektif pada masyarakat yang tinggal di lahan basah terkhusus di Banjarmasin atau Kalimantan Selatan. Kalimantan tidak hanya tentang hutan hujan tropisnya, luasan lahan basah di Kalimantan terbesar kedua setelah pulau Sumatra. Salah satu kekhasan lahan basah adalah tumbuhannya yaitu galam (Melaleuca leucadendron). Meskipun merupakan kelas kayu yang kuat namun dengan bentuk batangnya yang tidak lurus galam hanya dimanfaatkan sebagai sesuatu yang sementara seperti: perancah untuk bangunan, pondokan tepi sawah, jembatan titian, atau berakhir menjadi kayu bakar. Bengkoknya dan kesementaraannya justru menjadi nilai estetika yang khusus dan hanya dimiliki galam. Wabi Sabi,keindahan dalam ketidaksempurnaan menjadi sangat relevan untuk ini. Mengingatkan bahwa galam ubiquitous, ia ada dimana-mana namun kehadirannya tidak kita sadari. Kesementaraan ini yang kemudian direkam dalam bentuk sebuah karya instalasi. Keindahan tidak hanya pada

mulusnya marmer atau fleksibelnya logam. Keindahan bisa didapatakan disekitar kita dan dari material lokal. Agar kita lebih sadar dan peka terhadap kondisi lanskap dan lingkungan di sekitar kita. Menguatkan identitas lokal yang sudah mulai terkikis.

PEN[GALAM]AN (Melaleuca leucadendron)

Galam

40x40x45cm (2025)

Karya ini mengeksplorasi material kayu galam sebagai sebuah memori kolektif pada masyarakat yang tinggal di lahan basah terkhusus di Banjarmasin atau Kalimantan Selatan. Kalimantan tidak hanya tentang hutan hujan tropisnya, luasan lahan basah di Kalimantan terbesar kedua setelah pulau Sumatra. Salah satu kekhasan lahan basah adalah tumbuhannya yaitu galam (Melaleuca leucadendron). Meskipun merupakan kelas kayu yang kuat namun dengan bentuk batangnya yang tidak lurus galam hanya dimanfaatkan sebagai sesuatu yang sementara seperti: perancah untuk bangunan, pondokan tepi sawah, jembatan titian, atau berakhir menjadi kayu bakar. Bengkoknya dan kesementaraannya justru menjadi nilai estetika yang khusus dan hanya dimiliki galam. Wabi Sabi,keindahan dalam ketidaksempurnaan menjadi sangat relevan untuk ini. Mengingatkan bahwa galam ubiquitous, ia ada dimana-mana namun kehadirannya tidak kita sadari. Kesementaraan ini yang kemudian direkam dalam bentuk sebuah karya instalasi. Keindahan tidak hanya pada

mulusnya marmer atau fleksibelnya logam. Keindahan bisa didapatakan disekitar kita dan dari material lokal. Agar kita lebih sadar dan peka terhadap kondisi lanskap dan lingkungan di sekitar kita. Menguatkan identitas lokal yang sudah mulai terkikis.